Diploendozoochory

Bagaimana tanaman menumpang di kotoran hewan
ecology
biodiversity
natural history
wildlife biology
Penulis

Ryan Avriandy

Diterbitkan

Monday, September 18, 2023

Penyebaran benih

Ketika tanaman menghasilkan benih (Biji). Biji tersebut perlu menyebar jauh dari induknya. Jika biji tersebut hanya jatuh di dekat tanaman induknya, mereka akan bersaing untuk nutrisi dan cahaya untuk bertumbuh. Dengan adanya mekanisme penyebaran biji, memungkinkan mereka tumbuh dengan lebih sedikit persaingan dari tanaman lain

Air nomad

Ada beberapa mekanisme penyebaran biji, salah satunya yang paling umum adalah melalui bantuan udara, fenomena ini disebut dengan “Anemochory”, seperti tumbuhan dandelion. Karena bobotnya yang ringan, biji yang tertiup angin ini bisa terbawa jauh dari tanaman induknya ketika ada angin kencang yang berhembus

Benih dandelion terhembus angin (@marisa_martin)

Kaboom!!

Mekanisme lainnya adalah “Ballochory”, dimana biji diletupkan dengan kuat melalui pelepasan eksplosif dari buah atau cangkangnya. Sewaktu kecil, mungkin kira sering menemukan tanaman ini disekitar sungai atau comberan yang biasa disebut peletekan (Ruellia tuberosa). Cangkang dari tanaman tersebut akan meletup dan menyebarkan biji didalamnya ketika kita taruh di air.

Namun, contoh yang cukup ekstrim dari mekanisme ini adalah tanaman squirting cucumber (Ecballium elaterium), dimana ketika buahnya matang, ia akan menyemburkan bijinya secara beruntun dan cepat seperti karakter Gatling Pea di game zombie vs plants.

Squiring cucumber (© Smithsonian channel)

The poop rider

Cara lain yang umum diketahui adalah melalui hewan yang disebut dengan “Endozoochory”, di mana hewan menyebarluaskan biji melalui konsumsi buah-buahan. Biji yang terkandung dalam buah melewati saluran pencernaan untuk kemudian diekskresikan atau dimuntahkan dan disebarluaskan. Di hutan tropis mekanisme ini memerakan peranan sangat penting karena lebih dari 75% (Howe & Smallwood, 1982) tanaman berbuah disebarkan oleh hewan-hewan vertebrata seperti tapir, gajah, berbagai jenis primata dan burung-burung rangkong.

Mekanisme ini juga memainkan peran penting dalam keutuhan dan kesehatan ekosistem hutan karena dalam beberapa kasus, mamalia besar dapat mengonsumsi buah dalam jumlah banyak dan tersimpan dalam sistem pencernaan selama beberapa hari yang kemudian terbawa hingga beberapa kilometer dari tanaman induknya (Cousens et al., 2010; Poulsen et al., 2021; Rubalcava-Castillo et al., 2021).

Dalam beberapa kasus, terkadang biji ini tidak hanya melalui satu sistem pencernaan melainkan dua kali sistem pencernaan. Peristiwa ini terjadi ketika hewan predator memakan hewan yang memakan buah yang mengandung biji. Kamu dapat membayangkan peristiwa ini seperti boneka rusia. Mekanisme ini disebut dengan “Diploendozoochory”.

Ilustrasi matryoshka doll (@cecymeade)

Diploendozoochory

Diploendozoochory adalah proses kompleks yang melibatkan partisipasi dua atau lebih agen penyebaran secara berurutan (mangsa dan pemangsa). Secara khusus, jenis penyebaran ini terjadi ketika pemangsa karnivora mengonsumsi hewan penyebar utama atau pemakan buah, bersama dengan biji-biji yang ada dalam saluran pencernaan mangsa, dan kemudian mengendapkan biji-biji tersebut bersama dengan sisa-sisa mangsa tersebut melalui feses atau muntahan sisa makanan (Nogales et al., 2007, 2012). Beberapa contohnya adalah;

  • Kucing besar Cougar (Puma concolor) di Argentina yang menyebarkan banyak sekali biji-bijian dari salah satu mangsanya yaitu sejenis burung dara (Zenaida auriculata). Dalam studi yang dilakukan Sarasola et al. (2016) menemukan bahwa sebanyak rerata 257.5 biji ditemukan disetiap feses Cougar.

  • Burung pemangsa yaitu sejenis burung alap-alap (Falco tinnunculus) dan burung cendet (Lanius meridionalis) di Kepulauan Canary yang menyebarkan biji-bijian melalui pemangsaan sejenis kadal pemakan buah (Gallotia atlantica). Studi yang dilakukan Nogales et al. (2007) menyatakan bahwa mekanisme ini berpotensi membantu biji-bijian tersebut dapat tersebar dan mengkoloni pulau-pulau disekitarnya karena dibawa oleh burung-burung pemangsa tersebut.

  • Ular derik, studi yang dilakukan oleh Reiserer et al. (2018) menemukan bahwa spesimen yang mereka periksa dari tiga jenis ular derik (Crotalus cerastes, C. scutulatus dan C. pyrrhus) menemukan beberapa jenis biji-bijian di saluran pencernaannya yang berasal dari pemangsaan tikus (Dipodomys sp.) pemakan biji.

Studi terkini oleh Hämäläinen et al. (2017), mengkaji secara komprehensif literatur mengenai diploendozoochory dan menemukan bahwa mekanisme ini ternyata lebih umum dari yang sebelumnya diduga dan secara positif memberikan keuntungan dalam penyebaran tanaman daripada endozoochory atau single-phase dispersal

Secara umum hasil kajian tersebut berkesimpulan bahwa

  • Biji mendapatkan tingkat perkecambahan yang lebih tinggi setelah melewati saluran pencernaan karena pencernaan menghilangkan lapisan fisik atau senyawa kimia yang menghambat perkecambahan biji. Namun menjaga keutuhan biji dari sistem pencernaan oleh hewan-hewan mangsanya atau hewan herbivor
  • Menumpang dalam saluran pencernaan hewan predator dapat membawa mereka ke jarak yang secara umum lebih jauh bahkan melintasi berbagai habitat. Tersebarnya biji-biji ini lebih jauh dari tanaman induk berarti biji-biji tersebut dibawa ke lingkungan dengan persaingan yang lebih sedikit dengan tanaman induk, kondisi cahaya yang lebih baik, serta peluang untuk mengkolonisasi habitat-habitat baru.

Di Indonesia, peristiwa ini belum banyak dikaji, kucing-kucing besar seperti harimau (Panthera tigris) dan macan tutul (Panthera pardus) juga berpotensi dapat membantu penyebaran biji-bijian hutan dengan cara tersebut. Karena seperti yang diketahui mangsa utama kedua kucing besar tersebut adalah hewan herbivora yang memakan buah-buahan dan keduanya memiliki daerah jelajah yang sangat luas. Siapa tahu mungkin kamu akan menjadi salah satu pionir penelitian pada bidang ini di Indonesia?

Referensi

Cousens, R. D., Hill, J., French, K., & Bishop, I. D. (2010). Towards better prediction of seed dispersal by animals. Functional Ecology, 24(6), 1163–1170.
Hämäläinen, A., Broadley, K., Droghini, A., Haines, J. A., Lamb, C. T., Boutin, S., & Gilbert, S. (2017). The ecological significance of secondary seed dispersal by carnivores. Ecosphere, 8(2), e01685.
Howe, H. F., & Smallwood, J. (1982). Ecology of seed dispersal. Annual Review of Ecology and Systematics, 13(1), 201–228.
Nogales, M., Heleno, R., Traveset, A., & Vargas, P. (2012). Evidence for overlooked mechanisms of long-distance seed dispersal to and between oceanic islands. New Phytologist, 194(2), 313–317.
Nogales, M., Padilla, D. P., Nieves, C., Illera, J. C., & Traveset, A. (2007). Secondary seed dispersal systems, frugivorous lizards and predatory birds in insular volcanic badlands. Journal of Ecology, 95(6), 1394–1403.
Poulsen, J. R., Beirne, C., Rundel, C., Baldino, M., Kim, S., Knorr, J., Minich, T., Jin, L., Núñez, C. L., Xiao, S., et al. (2021). Long distance seed dispersal by forest elephants. Frontiers in Ecology and Evolution, 9, 789264.
Reiserer, R. S., Schuett, G. W., & Greene, H. W. (2018). Seed ingestion and germination in rattlesnakes: Overlooked agents of rescue and secondary dispersal. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences, 285(1872), 20172755.
Rubalcava-Castillo, F. A., Sosa-Ramı́rez, J., Luna-Ruı́z, J. de J., Valdivia-Flores, A. G., & Íñiguez-Dávalos, L. I. (2021). Seed dispersal by carnivores in temperate and tropical dry forests. Ecology and Evolution, 11(9), 3794–3807.
Sarasola, J. H., Zanón-Martı́nez, J. I., Costán, A. S., & Ripple, W. J. (2016). Hypercarnivorous apex predator could provide ecosystem services by dispersing seeds. Scientific Reports, 6(1), 19647.